Blogger Widgets Selamat Datang di Blog Seno Hikayat | Seno Dwi P. Putra

Hikayat


Mini Picture(edit).jpg
 
Hikayat Putri Saudagar
Oleh: Seno Dwi P.P. / XI IPA 6 / 27

           
Gitasari adalah seorang gadis remaja. Gitasari merupakan anak saudagar kaya raya disalah satu kabupaten di Jawa Timur. Gitasari sama seperti anak pada umumnya yang suka bermain dengan teman sebayanya. Rumah Gitasari berada didekat pantai boom sehingga dia sering bermain disana.
            Disuatu hari yang cerah, Gitasari sedang bermain dengan teman sebayanya di pantai boom. Dia keluar rumah tanpa seizin ibunya karena apabila Gitasari minta izin terlebih dahulu, dia pasti tidak diperbolehkan keluar rumah karena ibunya sangat jahat walaupun ibunya jahat tetapi ibu Gitasari tetap sangat sayang sama Gitasari. Gitasari bermain bersama temannya sampai-sampai Dian lupa waktu dan dia bermain sampai sore hari menjelang magrib. Pada saat adzan magrib, Gitasari baru menyadari bahwa dia bermain hingga sore hari lalu kemudian Gitasari pulang menuju rumahnya dan dia berjalan sendirian kemudian ada seorang wanita yang berwajah cantik dan  memakai baju putih.
“Wahai gadis kecil, kemanakah kau hendak pergi?” Tanya wanita tersebut.
“Siapa kau? Aku tidak mengenal kau!” Jawab Gitasari.
“Ikutlah denganku, aku akan mengantarmu menuju kerumahmu.” Tawar wanita tersebut.
Gitasari kemudian seperti terhipotis dan Gitasari mau ikut bersama wanita tak dikenal tadi. Tak disangka-sangka ternyata wanita tersebut sedang wanita tersebut sedang mencari anak kecil untuk dijadikan tumbal agar wanita tersebut tetap awet muda.
            Setelah sampai dirumah wanita tersebut, Gitasari sadar bahwa dia akan dijadikan tumbal. Karena menyadari hal tersebut Gitasari berusaha untuk keluar dan kabur dari rumah wanita tersebut. Atas segala usahanya, Gitasari berhasil keluar dari rumah wanita tak dikenal tersebut dan kemudian langsung berlari menuju rumahnya yang lumayan jauh dari rumah wanita tersebut. Setelah sampai dirumahnya, Gitasari langsung masuk kerumahnya yang kemudian ditanya oleh ibunya.
“Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang!” Tanya ibu Gitasari.
“Maaf ibunda, aku pergi bermain tidak meminta izin dulu kepada ibu.” Jawab Gitasari sedih.
“Seharusnya kamu izin dulu kepada ibu agar ibu tidak khawatir.” Tegas ibu Gitasari.
Kemudian Gitasari menceritakan kepada ibunya apa yang telah terjadi dan ibu Gitasari masih belum mempercayai itu. Kemudian ibu Gitasari menyarankan agar para prajurit istana agar menyerang rumah wanita tersebut agar tidak semakin banyak korban yang dimakan oleh wanita penyihir tersebut. Setelah melaporkan hal tersebut kepala prajurit menyarankan agar ibu Gitasari tidak mudah percaya dengan perkataan anak kecil karena biasanya anak kecil berkata bohong.
“Kita beri waktu satu minggu untuk membuktikan kebenaran itu.” Jawab kepala prajurit menanggapi laporan dari ibu Gitasari.
Dua hari setelah laporan tersebut masih belum ada bukti yang dapat membenarkan berita yang telah dilaporkan hingga berlanjut pada hari ke 6 setelah melaporkan berita tersebut, Gitasari ingin membuktikan kebenaran beritanya agar kepala prajurit dan masyarakat. Gitasari mencoba kembali kerumah wanita tersebut yang terletak ditengah hutan untuk mengambil gambar apa yang sedang dilakukan wanita tersebut didalam rumahnya. Gitasari menuju kerumah wanita tersebut dengan ditemani dengan temannya. Begitu sampai tak jauh dari rumah wanita tersebut. Gitasari mengendap-ngendap disekitar rumah wanita itu untuk mengetahui hal yang dilakukan wanita tersebut dalam hari-harinya. Kemudian Gitasari melihat dari lubang jendela dirumah wanita tersebut, Gitasari melihat bahwa wanita tersebut sedang mengaduk sebuah kuali yang dipanaskan dan wanita tersebut mencicipi sebuah benda yang ada didalam kuali tersebut dari situlah Gitasari mengetahui bahwa yang ada didalam kuali tersebut adalah darah-darah segar manusia dan darah tersebut berasal dari anak kecil yang ia bunuh. Setelah melihat kejadian tersebut, Gitasari mengambil gambar itu dan kemudian untuk pulang namun ketika Gitasari hendak berbalik arah dia menyenggol sebuah botol yang berada disampingnya hingga jatuh dan pecah dan menimbulkan suara yang keras. Hal itu membuat wanita tersebut kaget dan segera keluar rumah untuk mencari sumber bunyi tadi. Setelah keluar rumah, wanita itu menemukan Gitasari yang akan pergi pulang kemudian wanita itu menangkap Gitasari, kemudian Gitasari berusaha untuk berlari secepat mungkin. Karena wanita itu takut rahasia disebarkan oleh Gitasari kepada penduduk desa, wanita itu mempunyai inisiatif untuk menyihir Gitasari menjadi sesuatu yang mana nantinya tidak dapat berkomunikasi dengan manusia. Dengan membaca jampi-jampi untuk menyihir Gitasari, dengan sekuat tenaga Gitasari berlari menjauhi wanita penyihir tersebut, kemudian Gitasari jatuh tertelungkup ke tanah dan tak lama setelah itu Gitasari seketika berubah menjadi seekor burung yang indah nan cantik seperti parasnya.
“Pergilah kau gadis bodoh! Sampai kapanpun kau tidak akan bisa kembali menjadi wujud manusia seperti semula. Hahaha. ” Seru wanita penyihir itu sambil tertawa.
Sementara teman-teman Gitasari yang berhasil kabur, ingin segera melaporkannya kepada ibu Gitasari bahwa Gitasari ditangkap oleh wanita penyihir itu namun teman-teman Gitasari tidak mengetahui bahwa kini Gitasari telah disihir menjadi seekor burung oleh wanita penyihir itu.
            Dengan perasaan sedih, Gitasari terbang ke angkasa. Gitasari takut, dia takut ketika ia tak akan bisa kembali menjadi manusia kembali. Itu artinya bahwa dia tidak akan bisa berkumpul dengan keluarganya lagi. Selama beberapa hari Gitasari diam diranting pohon didekat rumahnya, dia hanya dapat melihat keadaan rumahnya dari ranting pohon saja. Namun, suatu hari Gitasari melihat teman-temannya datang kerumahnya yang kemudian berbincang-bincang dengan ibunya, ntah apa yang dibicarakan mereka Gitasari tak mengetahuinya karena jaraknya yang cukup jauh dengan posisi mereka semua. Tak lama kemudian, Gitasari melihat bahwa wajah ibunya mulai cemas dan sedih ntah apa yang sedang dipikirkan oleh ibu Gitasari. Kemudian temen-teman Gitasari beserta ibunya pergi keluar rumah dan mereka semua bermaksud untuk menuju kerumah wanita penyihir tersebut untuk membantu Gitasari agar terbebas dan dapat keluar dari cengkraman nenek sihir itu. Gitasari mengikuti kemana mereka hendak pergi, dari ketinggian Gitasari dapat melihat mereka semua. Sementara di tempat lain yaitu ditempat wanita penyihir itu, wanita penyihir itu sedang menyiapkan sebuah jebakan seperti lubang agar nanti apabila ada seseorang yang ingin mendekati rumahnya, orang tersebut akan jatuh kedalam lubang itu dan wanita penyihir itu dapat mengetahui orang yang mendekati rumahnya.
            Ibu Gitasari dengan semangat pergi ke tempat wanita penyihir itu, namun didalam perjalanan salah satu teman Gitasari mengeluh sakit perut dan tidak ingin melanjutkan perjalanan kemudian ibu Gitasari mengijinkan teman-teman Gitasari untuk kembali kerumah. Kini ibu Gitasari berjalan sendiri menelusuri jalan hutan untuk sampai di rumah wanita penyihir tersebut.
            Gitasari kini terbang didekat ibunya dan menemani ibunya untuk menelusuri jalan hutan yang sepi, namun Gitasari memiliki firasat buruk kemudian dia kembali terbang lebih ke atas agar bisa mengetahui keadaan sekitar rumah wanita penyihir itu. Gitasari melihat bahwa wanita penyihir sedang menyiapkan sebuah jebakan kepada orang-orang yang akan datang kerumahnya. Lalu Gitasari berusaha untuk memberitahu ibunya agar mengurungkan niatnya pergi kerumah wanita penyihir itu dengan cara terbang berputar-putar diatas kepala ibunya sambil mengeluarkan kicauan-kicauan, namun ibu Gitasari hanya mengabaikan isyarat yang diberikan oleh Gitasari. Tak lama kemudian ibunya masuk dalam jebakan yang telah dibuat oleh wanita penyihir itu dan ibu Gitasari berteriak ketika masuk dalam lubang itu lalu kepalanya terbentur kedinding lubang sehingga ibu Gitasari pingsan. Gitasari mulai bingung bagaimana dia akan membantu ibunya. Lalu Gitasari terbang kesana kemari untuk mencari bantuan. Tak disangka, disungai dekat ibunya pingsan, Gitasari melihat ada sesosok pemuda tampan yang sedang memandikan kudanya disana. Gitasari pergi mendekati pemuda itu untuk meminta bantuan dengan memberi isyarat-isyarat tertentu. Agar pemuda tersebut dapat mengetahui keberadaan Gitasari disana, dia menempel pada kuda milik pemuda tersebut, kemudian pemuda tersebut melihat burung tersebut karena kudanya merasa terganggu dengan keberadaan burung itu pada punggung kudanya, pemuda itu mengusir burung tersebut agar pergi dari punggung kudanya. Kemudian Gitasari berpindah diranting dekat pemuda tersebut dan mengeluarkan kicauan-kicauannya yang indah.
“Indah sekali burung itu, kicauannya merdu juga bulu-bulunya yang bagus.” Kata pemuda tersebut dalam hati.
Kemudian pemuda tersebut hendak mengambil burung itu dari ranting dan akan dijadikan peliharaan barunya, namun ketika pemuda tersebut hendak mengambilnya, Gitasari terbang pergi menuju ke ranting yang tak jauh dari ranting tempat ia awal. Kemudian pemuda hendak mengambilnya kembali dan Gitasari terbang lagi begitu seterusnya hingga sampai di tempat dimana ibunya pingsan. Akhirnya pemuda tersebut menemukan sesosok wanita yang sedang pingsan didalam lubang kemudian pemuda tersebut mengeluarkan wanita tersebut atau ibu Gitasari dari lubang itu lalu pemuda tersebut mengambil kudanya di sungai dan kemudian mengantarkan ibu Gitasari menuju tabib terdekat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
            Setalah 15 menit diobati oleh tabib, ibu Gitasari tersadar dari pingsannya, Ibu Gitasari melihat sesosok pemuda disamping kirinya dan seorang tabib disamping kanannya. Kemudian ibu Gitasari hendak bangun dari tempat tidurnya dan dibantu dengan pemuda tersebut.
“Ibu sudah sehat?” Tanya pemuda itu kepada ibu Gitasari.
“Iya nak, pasti kau yang menolong saya ya?” Tanya ibu Gitasari.
“Iya bu, tetapi saya tidak akan tahu kalau ada ibu pingsan tanpa pemberitahuan dari peliharaan ibu.” Jelas pemuda itu.
“Peliharaan? Saya tidak membawa peliharaan dan sayan tidak punya peliharaan.” Kata ibu Gitasari bingung.
“Lantas burung itu milik siapa?” Tanya pemuda sambil menunjuk pada seekor burung yang bertengger di jendela.
Lalu burung itu terbang mendekat kepada ibu Gitasari, Ibu Gitasari memeluk burung itu dan mengelus-ngelusnya sebagai tanda terima kasih.
“Mengapa memeluk burung ini seperti memeluk anakku sendiri?” Tanya ibu Gitasari dalam hati sambil meneteskan air mata.
Kemudian tetesan air matanya itu mengenai burung tersebut dan dalam seketika burung tersebut berubah menjadi manusia dan ibu Gitasari kaget karena burung tadi yang peluknya berubah menjadi manusia dan manusia itu adalah Gitasari. Ibu Gitasari memeluk Gitasari erat sekali tidak ingin rasanya mereka berdua melepas pelukan tersebut. Mereka berdua menangis tersedu-sedu karena bahagia dapat dipertemukan kembali dan ibu Gitasari selamat dari jebakan wanita penyihir itu. Lalu Gitasari mengucapkan terima kasih kepada pemuda yang telah membantu ibunya dari lubang. Setelah itu mereka diantar pulang oleh pemuda tersebut menuju rumah Gitasari. Selama dalam perjalanan mereka saling memperkenalkan diri masing-masing dan ternyata pemuda itu merupakan anak dari saudagar kaya juga yang berada di desa sebrang. Begitu sampai dirumah ibu Gitasari langsung memerintahkan kepada kepala prajurit agar menyerbu dan memusnahkan wanita penyihir yang berada didalam hutan itu serta ibu Gitasari menunjukkan bukti-bukti kebenaran dari cerita Gitasari pada waktu yang lalu.
            Kepala prajurit langsung memerintahkan anak buahnya untuk memusnahkan tempat tinggal wanita penyihir itu dan mengasingkan wanita penyihir itu ke desa yang sangat jauh dari sini. Warga juga beramai-ramai menghancurkan tempat tinggal wanita penyihir itu agar desa ini tenang, damai, dan tentram.
            Setelah beberapa tahun kemudian, pemuda tersebut kembali ke rumah Gitasari dan berniat untuk meminang Gitasari menjadi istrinya. Dan akhirnya Gitasari dan pemuda itu hidup bahagia selamanya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

(c)2009 Seno Dwi P. Putra. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger